Wartainspirasi.com — Profesi advokat adalah pilar penegakan hukum yang setara dengan Hakim, Jaksa, dan Polisi. Dasar dari kesetaraan ini bukan hanya wewenang, melainkan kualitas dan kejujuran akademis yang membentuk cara berpikir dan bertindak seorang advokat.
Ketika Undang-Undang Advokat secara eksplisit mewajibkan gelar sarjana hukum, maknanya jauh lebih dalam daripada sekadar kepemilikan selembar kertas. Itu adalah pengakuan bahwa:
- Fondasi Intelektual adalah wajib: Advokat harus mampu menganalisis, berargumen logis, dan menginterpretasi norma hukum dengan metodologi yang benar kemampuan yang didapatkan melalui proses pendidikan hukum yang sah.
- Ujian Kejujuran Pertama adalah ijazah: Sebagaimana ditekankan Bapak Bayu, bagaimana mungkin seorang yang bertugas memperjuangkan kebenaran dan keadilan bisa berpijak pada kebohongan awal berupa ijazah palsu atau dari kampus “abal-abal”? Integritas bukan soal moral belakangan, tapi kejujuran sejak langkah pertama.
Jika pintu masuk profesi dijaga oleh individu yang secara akademik cacat atau, lebih parah, secara etika bermasalah karena memalsukan dokumen, maka martabat keadilan itu sendiri sedang dipertaruhkan.
Profesi advokat akan tereduksi menjadi sebatas ‘dagang jasa kata-kata’ tanpa ruh hukum yang mendasarinya.
Kami sepenuhnya mendukung usulan konkret mengenai prosedur verifikasi ijazah yang wajib diterapkan Organisasi Advokat:
- Pemanfaatan DIKTI/SIVIL: Kewajiban verifikasi melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) atau SIVIL harus menjadi prosedur standar mutlak pada setiap tahapan rekrutmen. Ini adalah cara paling efisien dan valid untuk memutus mata rantai ijazah hasil rekayasa.
- Konfirmasi Langsung ke Fakultas: Verifikasi silang ke Fakultas Hukum penerbit ijazah, meskipun memakan waktu, adalah upaya due diligence yang krusial. Ini menepis keraguan terhadap ijazah yang mungkin terdaftar namun melalui proses yang tidak benar (misalnya, ‘kuliah kilat’).
- Sanksi Pemulihan Martabat: Usulan sanksi pembatalan sertifikasi bagi yang terbukti menggunakan ijazah palsu di kemudian hari adalah langkah yang tepat. Ini bukan sekadar hukuman, melainkan pemulihan martabat profesi yang telah dinodai oleh kebohongan.
Integritas seorang advokat tidak dimulai saat ia mengucapkan sumpah di hadapan Mahkamah Agung, atau saat ia berdebat di ruang sidang. Integritas advokat dimulai dari meja pendaftaran rekrutmen.
Dengan menerapkan prosedur verifikasi yang serius dan tanpa kompromi, Organisasi Advokat tidak sedang mempersulit, melainkan memuliakan profesi itu sendiri.
Mereka sedang membangun benteng pertahanan pertama demi memastikan bahwa setiap Advokat yang menjunjung gelar officium nobile memang layak dan jujur, sejak fondasi keilmuannya diletakkan.
Oleh: Bayu Purnomo Saputra (Praktisi Hukum/Advokat Bengkulu)













