Hukum Tanpa Prosedur, Pelajaran dari Dreyfus dan Pesan Kuno Keadilan

58 Dilihat

Wartainspirasi.com — Di atas puing sejarah peradaban, manusia selalu mewariskan satu hal paling mahal, yakni keadilan.

Bangsa Yunani Kuno menanamkan Arete, kebajikan utama sebuah kesempurnaan moral yang menuntut tiap tindakan manusia selaras dengan kebenaran.

Bersamanya lahir adagium “Fiat Justitia Ruat Caelum” — biarlah keadilan ditegakkan meski langit runtuh.

Dalam mitologi Yunani, keadilan tidak berdiri sendiri, ia dijelmakan dalam wujud DIKE, putri Zeus, sang dewi keadilan manusiawi, yang memegang neraca untuk menimbang benar dan salah di muka bumi.

Dike dipercaya menjadi penjaga batas antara keadilan ilahi (Themis) dan keadilan manusia (Nomos). Ketika prosedur diabaikan, maka Dike seakan dibunuh dua kali, di mata manusia dan di hadapan langit.

Sejarah membuktikan, hukum tanpa prosedur adalah dosa peradaban. Lihatlah Dreyfus Affair di Prancis abad ke-19, skandal pengadilan militer yang menghukum Kapten Alfred Dreyfus tanpa bukti sahih, tanpa pembelaan layak, tanpa prosedur adil.

Berkas rahasia, saksi palsu, dan trial by public opinion menjadikan Dreyfus tumbal. Butuh bertahun-tahun, gemuruh kaum rasionalis, dan pena tajam Emile Zola untuk membongkar aib tersebut.

Apa pelajaran abadi dari Dreyfus? Bahwa setiap lembar dakwaan yang lahir tanpa kesesuaian hukum acara, tanpa bukti sahih, tanpa penghormatan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), pada akhirnya adalah pisau buta, memotong martabat orang hidup-hidup tanpa keadilan sejati.

Banyak yang lupa bahwa KUHAP Indonesia pun mewarisi semangat modern ” nullum crimen sine lege, nullum poena sine lege”.

Artinya, tak boleh ada penghukuman tanpa undang-undang dan prosedur yang sah. Pasal 143 KUHAP jelas, dakwaan harus cermat, jelas, lengkap, sebab jika tidak, ia batal demi hukum.

Ini bukan sekadar formalitas kertas, tetapi perisai martabat manusia dari potensi sewenang-wenang.

BPS And Partners hadir membawa ruh Dike itu ke ruang sidang modern. Kami bukan sekadar kuasa hukum, kami adalah penjaga nalar hukum, watchdog prosedur, dan pembela akal sehat.

Kami percaya, hukum bukan hanya pasal demi pasal, tetapi keseluruhan napas keadilan “Due Process of Law, Equality Before the Law, Audi et Alteram Partem, dengarkan kedua belah pihak.

Dalam perkara apa pun, siapapun yang terjerat dakwaan kabur patut mendapat jaminan “proses yang sah, pembelaan yang utuh, pembuktian yang bersih”.

Jika ini diabaikan, maka hukum kehilangan legitimasi. Sejarah Dreyfus bukan dongeng kuno, ia peringatan bahwa prosedur adalah jantung keadilan. Mati prosedur, matilah Dike.

BPS And Partners, melalui mandat kepercayaan dari berbagai klien, tidak gentar menjalankan tugas apapun. Kami siap menyingkap yang janggal, melaporkan keanehan, menantang penyimpangan prosedur, agar keadilan benar-benar terang benderang.

Kami haturkan terima kasih kepada para klien-klien yang mempercayakan Kantor Hukum & Mediator BPS And Partners sebagai mitra perjuangan menegakkan prosedur hingga titik akhir.

Bagi kami, keadilan bukan hadiah, ia diperjuangkan dengan keringat, kata, dan sumpah nurani. Di dunia, kita ditegakkan undang-undang. Di akhirat, kita ditimbang dengan Mizan.

Dari Dike di Yunani, Themis di Roma, hingga prinsip Ne Bis In Idem di abad modern, semuanya satu suara ??? hormatilah prosedur, lindungilah martabat manusia.

Dalam pusaran ini, BPS And Partners berdiri di barisan depan. Dike harus tetap hidup. Keadilan harus terungkap, dan jika harus, biarlah langit runtuh, asalkan keadilan tetap berdiri.

Oleh: Bayu Purnomo Saputra,
Ketua Tim Advokat Kantor Hukum & Mediasi BPS And Partners

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *