Ini Pengakuan Para Bupati Soal Setoran Dana Kampanye Rohidin

15 Dilihat

Wartainspirasi.com – Kasus dugaan korupsi dan gratifikasi dana kampanye yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, kembali memanas di Pengadilan Tipikor Bengkulu.

Dalam sidang yang digelar Rabu (2/7), kesaksian sejumlah kepala daerah mengungkap praktik “setoran” yang diduga digunakan untuk kepentingan politik dan partai.

Dilansir dari Mitratoday.com, sidang lanjutan ini menelanjangi bagaimana uang rakyat diduga dialirkan melalui jalur politik, disamarkan sebagai dana survei dan operasional partai.

Jaksa KPK menghadirkan saksi-saksi penting, Bupati Kepahiang Zurdinata, Bupati Bengkulu Utara Arie Septia Adinata, Bupati Bengkulu Tengah Rachmat Riyanto, dan mantan Bupati Seluma Erwin Octavian.

Kesaksian mereka secara gamblang membeberkan dugaan paksaan patungan demi ambisi Pilkada.

  • Rachmat Riyanto, yang saat itu calon Bupati Bengkulu Tengah diusung Partai Golkar, mengaku dimintai Rp 750 juta oleh Ketua DPD Golkar setempat. Ia hanya sanggup menyerahkan Rp 500 juta, yang diklaim diteruskan ke Rohidin.
  • Zurdinata, calon Bupati Kepahiang dari Golkar, dimintai Rp 1 miliar namun “hanya” menyerahkan Rp 500 juta melalui Syaiful, atas perintah Ketua DPD Golkar Kepahiang.
  • Arie Septia Adinata, calon Bupati Bengkulu Utara yang juga diusung Golkar, menyerahkan Rp 200 juta kepada Juhaili, Ketua DPD Golkar Bengkulu Utara, yang kemudian “disetor” ke Rohidin.
  • Erwin Octavian, mantan Bupati Seluma dari Golkar, secara terang-terangan menyebut setoran jumbo sebesar Rp 500 juta ditambah dolar Singapura. Uang tersebut diserahkan langsung melalui Evriansyah, ajudan Rohidin, di Jakarta. Erwin menyayangkan uang untuk survei itu tak jelas juntrungnya dan diduga “menguap” di kantong politikus.

Selain itu, Nirwan Arifin, Kabag Rumah Tangga Pemprov Bengkulu, mengaku menerima kardus berisi uang dari seorang kepala sekolah, yang kemudian diteruskan ke Evriansyah atas perintah Alfian Martedy.

Penasihat hukum Rohidin, Aan Julianda, mencoba membantah dengan dalih bahwa semua uang tersebut digunakan untuk keperluan partai, bukan masuk kantong pribadi Rohidin.

Namun, dalih ini justru menguatkan dugaan bahwa partai kerap menjadi “penampung uang” yang tidak jelas asal-usulnya.

Sidang ini menjadi sorotan tajam, menegaskan bahwa praktik politik transaksional masih berurat akar di Bengkulu.

Masyarakat menantikan bagaimana KPK akan mengusut tuntas “kartel uang politik” ini, dan apakah akan ada aktor lain yang lebih besar terseret dalam kasus ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *