Wartainspirasi.com, Jakarta – Bayu Purnomo Saputra, seorang praktisi hukum dari kantor Advokat & Mediator BPS And Partners Provinsi Bengkulu, menyatakan bahwa pemerintah belum menunjukkan langkah maksimal dalam mengatasi persoalan mafia tanah di Indonesia.
Menurutnya, masih banyak kasus penyerobotan tanah yang diduga melibatkan rekayasa dokumen seperti Surat Keterangan Tanah (SKT) dan transaksi jual beli yang bermasalah.
Masalah tersebut sering kali dialihkan ke ranah perdata alih-alih hukum pidana, yang membuat penanganan kasus menjadi rumit jika sistem peradilan tidak berpihak pada pihak yang terdzolimi.
Bayu juga menyoroti modus operandi mafia tanah yang mencakup pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal, rekayasa perkara, dan kolusi.
Hal ini menunjukkan perlunya tindakan tegas dari pemerintah untuk memberantas praktik mafia tanah.
Salah satu contoh kasus yang mencuat adalah sengketa tanah di Tangerang. Kasus ini sudah berlangsung selama delapan tahun tanpa kepastian hukum bagi ahli waris yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak 1969.
Pada tahun 2006, muncul SHM baru yang tumpang tindih dengan tanah ahli waris, dan sejak itu tanah mereka telah diserobot. Meskipun telah berupaya hukum sejak 2016, kasus ini belum menemukan solusi.
Kuasa hukum ahli waris, Tawakal Law Firm, mengajukan tuntutan agar SHM yang diterbitkan pada tahun 2007 dibatalkan karena diduga melibatkan pemalsuan akta otentik.
Mereka juga mendesak agar kepala kantor pertanahan Tangerang melaporkan hasil investigasi sesuai surat jawaban terbaru. Saat ini, upaya hukum masih berjalan di Pengadilan Negeri Tangerang.
Bayu Purnomo Saputra menekankan perlunya keterlibatan aktif dari pemerintah, khususnya Menteri ATR/BPN dan Kapolri, untuk memonitor dan menyelesaikan kasus-kasus seperti ini.
Ia menegaskan bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum harus tegas dalam memberantas mafia tanah untuk memastikan keamanan dan keadilan bagi masyarakat.