WARTAINSPIRASI.COM — Permasalahan yang maraknya terjadi di dunia sosmed bukanlah hal yang baru baru terjadi, namun kita perlu mewaspadai hal ini, dikarenakan berakibat fatal bagi yang melakukannya. Banyak kasus yang terjadi menggunggah sebuah kalimat kalimat yang tidak pantas untuk ditujukan pada seseorang, seperti yang kita lihat sering terjadi melakukan tagihan hutang kepada seseorang melalui media sosial, memposting foto untuk mencari seseorang dengan menggunakan kalimat Buronan ataupun hal semacam menghakimi orang yang dimaksud tersebut.
Persoalan inilah yang terjadi didunia online ketika ada permasalahan apapun, pasti merujuk pada medsos yang bertujuan mempermalukan seseorang agar diketahui orang banyak.
Hal ini tidak diperbolehkan oleh undang-undang, orang yang disangkakan bersalah oleh orang lain belum tentu dia dikatakan bersalah menurut hukum.
Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Dalam penjelasan tersebut merupakan suatu bentuk perlindungan bagi setiap warga negara, sehingga mereka masih memiliki hak dalam perlindungan hukum.
Pencemaran nama baik telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dimana hal tersebut termuat pada pasal 310 s.d 321 KUHP.
Hukum Pidana di Indonesia sendiri saat ini ada beberapa macam tentang pencemaran nama baik, yaitu:
Penistaan Pasal 310 Ayat (1) KUHP, Penistaan Dengan Tulisan Pasal 310 Ayat (2) KUHP, Fitnah Pasal 311 KUHP, Penghinaan Ringan Pasal 315 KUHP, Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah Pasal 317 KUHP, Tuduhan Perbuatan secara Fitnah Pasal 318 KUHP.
Bicara Soal Pencemaran Nama Baik di Media Sosial?
Larangan menyerang kehormatan yang memuat kata penghinaan pada media sosial ini diatur dalam UU ITE No. 11 tahun 2008 pasal 27 hingga pasal 37. Selain itu pencemaran nama baik juga diatur dalam KUHP, yaitu pasal 310 ayat (1), (2), dan (3).
Berdasar pasal 27 ayat (3) UU ITE dan juga KUHP pasal 310 yang dapat dikategorikan dalam tindak pidana pencemaran nama baik dalam media sosial. Perbuatan tersebut dilakukan dengan kesengajaan, tanpa izin, agar diketahui oleh umum dan juga bertujuan untuk menyerang nama baik seseorang.
Bagaimana Cara Melaporkan Seseorang Yang Melakukan Pencemaran Nama Baik Dimedia Sosial?
Sebelum kita memaparkan bagaimana cara melaporkan nya, kita mesti tau dahulu tentang apa itu laporan?
Definisi laporan dapat kita lihat di dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu:
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Terkait dengan membagikan identitas seseorang dimedsos ketika terlibat permasalahan, ini termasuk kategori persekusi online. Pola ini juga biasa disebut doxing. Dampak buruk bagi sosok yang dimunculkan, adalah hujatan dari warganet yang terpancing oleh cerita si pengunggah.
Secara hukum, persekusi online ini juga bisa dijerat UU ITE.
Umumnya persekusi ini dilakukan oleh oknum yang menganggap dirinya mayoritas, punya kuasa dan memiliki kontrol atas modal.
Untuk menghadapi persekusi semacam ini adalah membawanya ke jalur hukum, Bukan membalas persekusi tersebut dengan kata yang tidak pantas.
Nanti bisa memperpanjang masalah serta memperluas kegaduhan yang tidak berujung, terlebih lagi jika tingkat literasi publik yang cukup rendah dikalangan masyarakat, ini akan mendorong volume negatif yang terus berkepanjangan terhadap suatu tayangan yang berupa pencemaran nama baik seseorang.
Untuk itu bagi korban persekusi atau korban pencemaran nama baik dimedia online ataupun offline, melakukan beberapa tahapan dalam menyelesaikannya, yakni tahap pertama mesti mengumpulkan bukti dan saksi saksi, tahap kedua mempersiapkan diri dan matang dalam sikap untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan dari pihak kepolisian nantinya, dan tahap yang ketiga ini.
Adalah langkah untuk melaporkan kejadian itu kepihak yang berwajib “(Kepolisian RI)”.
Dalam melakukan pelaporan tidak bisa diwakilkan, dikarenakan yang bersangkutan lah yang menerangkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian, namun bisa didampingi oleh pengacara.
Dalam hal ini, Pengacara bukan saja mendampingi pelapor, melainkan berperan besar dalam mengawali laporan tersebut.
Pengacara juga punya strategi dalam penyelesaian permasalahan tersebut, diluar kapasitas sebagai penyidik dari pihak kepolisian.
Penulis: Advokat Atau Praktisi Hukum
dari Kantor Hukum BPS And Partners
Wa: 082282678118