Wartainspirasi.com, Kaur – Sekitar 150 tenaga kesehatan (nakes) honorer yang tergabung dalam Persatuan Nakes R3 Kabupaten Kaur menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD Kaur pada Senin (13/01/2025).
Mereka memprotes ketidakjelasan status kepegawaian dan proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang dinilai tidak adil dan tidak transparan.
Para nakes honorer, sebagian di antaranya telah mengabdi lebih dari lima tahun, mengaku kecewa karena belum lulus seleksi PPPK meskipun telah mengikuti berbagai tahapan. Dalam aksi ini, mereka menyampaikan sejumlah poin tuntutan:
- Kurangnya Transparansi Seleksi
Proses seleksi PPPK dianggap tidak jelas dan membingungkan, terutama dengan adanya perubahan aturan yang tiba-tiba. - Kuota Formasi Terbatas
Jumlah formasi PPPK untuk nakes di Kabupaten Kaur dinilai terlalu sedikit, sehingga banyak tenaga honorer yang memenuhi syarat tidak dapat diangkat. - Masa Kerja yang Terabaikan
Para honorer meminta agar masa kerja dan pengabdian mereka selama bertahun-tahun dipertimbangkan dalam seleksi PPPK, bukan hanya hasil tes.
Koordinator aksi, Ariko Bintara, S.Kep., dalam orasinya menyampaikan kekecewaan terhadap pemerintah daerah, terutama karena minimnya usulan formasi untuk nakes.
Ia juga mengusulkan adanya aturan baru yang memungkinkan pengangkatan tenaga kesehatan R3 secara penuh waktu (full-time) tanpa harus melalui seleksi ulang.
“Aksi ini adalah bentuk perjuangan kami untuk mendapatkan kejelasan status kepegawaian. Pengabdian kami sebagai tenaga kesehatan honorer harus dihargai, dan kami berharap pemerintah daerah serta pusat segera memberikan solusi yang adil dan transparan,” ujar Ariko.
Aksi damai ini mendapat respons positif dari DPRD Kabupaten Kaur, khususnya Komisi I. Para perwakilan aksi diundang untuk berdiskusi di ruang rapat bersama anggota DPRD.
Dalam diskusi tersebut, beberapa poin penting yang menjadi keluhan nakes honorer disampaikan, termasuk permintaan agar DPRD menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah pusat dan dinas terkait.
Salah satu anggota DPRD, Herdian Septa Nugraha, SH, menjelaskan bahwa pengadaan formasi PPPK bergantung pada anggaran daerah.
Namun, ia berjanji bahwa Komisi I akan berupaya mencari solusi agar tenaga kesehatan honorer dapat diangkat menjadi PPPK.
“Komisi I berkomitmen untuk mencari jalan keluar, termasuk memperjuangkan tambahan kuota formasi PPPK bagi tenaga kesehatan di Kabupaten Kaur. Kami akan menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah daerah dan dinas terkait,” tegas Herdian.
Aksi ini menjadi gambaran nyata dari permasalahan yang dihadapi para tenaga kesehatan honorer di Indonesia, di mana pengabdian panjang mereka sering kali tidak diimbangi dengan kejelasan status dan hak kepegawaian.
Para honorer berharap adanya kebijakan baru yang lebih menghargai masa pengabdian mereka dan memastikan keberlanjutan karier sebagai tenaga kesehatan. (Mj)