Wartainspirasi.com – Sudah menjadi hal yang lazim apabila birokrasi dikritik sebagai entitas yang lamban, rumit, dan tidak efisien.
Namun, penting untuk menyadari bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, bahkan dalam banyak kasus, bisa menyesatkan bila tidak ditelaah secara komprehensif.
Birokrasi adalah tulang punggung pelaksanaan kebijakan publik, dan tanggung jawabnya tidak hanya terbatas pada pencapaian hasil yang kasat mata dan dapat diukur secara kuantitatif.
Banyak aspek dari kinerja birokrasi justru bersifat intangible seperti pemeliharaan integritas aparatur, penciptaan dan pelestarian kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, serta kemampuan membangun dukungan sosial dalam menjalankan program-program yang menyentuh langsung sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Ketika tekanan terhadap efisiensi atau efektivitas semakin menguat baik dari sektor swasta, media, hingga masyarakat sipil penting bagi kita untuk memahami konteks kerja birokrasi yang berbeda.
Berbeda dengan logika bisnis yang mengedepankan output dan keuntungan, birokrasi beroperasi dalam koridor nilai, hukum, dan kepentingan publik yang sering kali tidak linier.
Apakah birokrasi harus efisien? Tentu saja. Namun efisiensi dalam birokrasi tidak boleh mengorbankan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keadilan sosial.
Di sinilah letak dilemanya tuntutan efisiensi harus selalu ditimbang terhadap tujuan yang lebih besar yakni menjaga legitimasi pemerintahan dan memperkuat kohesi sosial.
Dengan demikian, tekanan terhadap birokrasi dalam hal efisiensi dan efektivitas bukanlah sesuatu yang harus ditolak, melainkan perlu dimaknai secara kritis dan proporsional.
Birokrasi harus terus berbenah, tetapi publik juga harus memahami bahwa tidak semua proses birokratik bisa disederhanakan tanpa menimbulkan risiko terhadap fungsi pelayanan publik yang esensial.
Dalam negara demokrasi yang sehat, birokrasi dituntut bukan hanya untuk “cepat dan murah”, tetapi juga untuk “benar dan adil”.
Oleh: Candra Irawan. S., S.IP