Saat sesi foto bersama
Bengkulu Selatan, wartainspirasi.com – Di Duga 3 Pejabat Eselon II Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan terbidik kamera ketika acara pamitan silahturahmi salah satu pasangan Bakal Calon (Balon) Bupati/Wabup Bengkulu Selatan 2020. Foto ke 3 pejabat pemkab tersebut beredar di akun facebook salah satu masyarakat Kabupaten Bengkulu Selatan pada selasa (04/08) dengan 224 berbagai komentar yang kemudian ke depan akan bertambah mengomentari foto tersebut.
Dalam postingan tersebut pemilik akun seolah bertanya kepada netizen/publik tentang “Uji Nyali para penegak hukum di BS,dan seolah bertanya mampu tidak kah menegak kan keadilan tentang para pejabat yang melakukan pelanggaran” sebagaimana foto yang di unggahnya itu.
Di Duga di dalam foto tersebut ada 3 pejabat eselon II Pemkab Bengkulu Selatan turut berpose membelakangi beground spanduk Bakal Calon Bupati/Wabup BS 2020. Dalam foto tersebut terlihat jelas bersama pasangan Bakal Calon Bupati/Wabup Bengkulu Selatan 2020, di antaranya Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat BS, Kadis Kominfo dan Salah Satu Asisten di Pemkab Bengkulu Selatan,serta di tengah ada salah satu Anggota DPR RI yang merupakan salah satu Kader Partai Pengusung pasangan Cabup/Cawabup tersebut.
Sebelumnya sebagaimana dikatakan oleh Ketua Bawaslu BS yang dikutip dari lantang.co pada (04/08) yang lalu. Ketua Bawaslu Kabupaten BS Azez Digusti mengatakan Meski belum ada penetapan Calon, jika ada laporan ASN yang di indikasikan tidak netral, tetap akan diproses.
“Sekarang ini memang belum ada calon. Namun Bawaslu tetap bisa memproses jika ada laporan ASN tidak netral meski belum ada penetapan calon. Ini berdasarkan UU no 5 tahun 2014, PP no 42/2004 tentang kode etik PNS, PP nomor 53 tahun 2010 tentnag disiplin PNS dna SE Menpan RB,” kata Azes Digusti.
Menurut dia, UU 5/2014 tentang ASN (Pasal 2 huruf d) dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan atas asas netralitas yang dimaknai bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh atau kepentingan manapun. Lalu di PP 42/2004 tentang kode etik PNS (pasal 6 huruf h), Nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh PNS meliputi: Profesionalisme, netralitas dan bermoral tinggi.
“Kemudian, SE MenPAN RB (Pasal 11 huruf c), PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dalam partai politik, “jelas Azez sebagaimana di kutip dari media lantang.co
Di tambahkan nya, “Berangkat dari hal tersebut, sebagaimana PP 53/2010 pasal 4 jelas secara tegas melarang PNS untuk memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dan terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah apa lagi menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye.
Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Demikian juga Pasal 11 huruf C PP Nomor 42 Tahun 2004 juga memerintahkan PNS untuk menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan. Pasal ini diperinci kembali oleh surat edaran menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPANRB) bernomor B/71/M.SM.00.00/2017 yaitu berupa larangan melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, semisal:
1.PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
2.PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah
3.PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah
4.PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik
5.PNS dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon pasangan calon kepala daerah melalui media online maupun media sosial
6.PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan
7.PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.
Ketentuan dalam SE MENPAN.RB sebagaimana diuraikan diatas, hanyalah contoh-contoh mengenai perbuatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap peserta Pemilu atau yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik sehingga tidak menutup kemungkinan, dilapangan masih ada tindakan-tindakan lain diluar butir a hingga g sebagaimana dalam S.E. diatas.
Namun demikian Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018 juga memberikan kriteria tentang perbuatan yang mengarah pada keberpihakan yaitu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri dalam lingkungan unit kerjanya, keluarga, dan masyarakat. Sehingga kedua dasar hukum diatas dapat dijadikan rujukan dalam mengidentifikasi delik pelanggaran netralitas ASN.
“PNS dilarang menghadiri deklarasi calon/bakal calon kepada daerah. PNS dilarang mengunggah, menanggapi (seperti, Like, komentar atau sejenisnya) atau menyebar luaskan gambar/foto bakal pasangan calon kepala daerah, visi misi, maupun keterkaitan lain melalui media online maupun media sosial.Selain itu, PNS juga dilarang melakukan foto bersama dengan Bakal Calon Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan. Lalu, PNS juga dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik,”tegas Ketua Bawaslu Kabupaten Bengkulu Selatan.
Di baca dari Poin 6 sudah jelas di duga adanya pelanggaran oleh Oknum Pejabat tersebut yaitu melakukan foto bersama dengan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakannya.
Delik pelanggaran netralitas ASN yang diatur oleh UU Pemilihan hanya diatur dalam Pasal 71 UU Nomor 1 tahun 2015 yaitu terkait membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon. Selebihnya, delik pelanggaran netralitas ASN yang diatur dalam perundang-undangan diluar perundangan-undangan kepemiluan tersebar dibanyak peraturan perundang-undangan, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, Peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dan surat Menpan.RB. Nomor B/71/M.SM.00.00/2017.
Semua peraturan perundang-undangan diatas, hanyalah mengatur rumusan delik pelanggarannya saja tidak mengatur tentang wewenang Bawaslu dalam menangani pelanggaran netralitas ASN. Dalam ilmu hukum peraturan perundang-undangan yang mengatur rumusan delik pelanggaran disebut sebagai hukum materiil, sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara menegakkan hukum materiil (termasuk yang mengatur wewenang) disebut hukum formil (hukum acara), oleh karenanya cara melihat wewenang Bawaslu harus dilihat diperaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilu/Pemilihan yaitu Undang-Undang tentang Pilkada, Undang-Undang Tentang Pemilu, dan Peraturan Bawaslu.
Dengan demikian diharapkan tentunya kepada Badan terkait dalam hal ini Bawaslu Bengkulu Selatan untuk lebih mendalami dugaan-dugaan yang mengakibatkan terbemtuknya opinion yang negatif terhadap birokrasi sehingga netralitas ASN yang di harapkan sesuai dengan undang-undang.
Pewarta : Th.Tajarman